![]() |
Sumber Gambar dari Sini |
Semua orang sudah tahu, tujuan orang menonton film adalah
untuk hiburan dan rekreasi visual. Tapi bagi orang-orang tertentu, film kerap
dimanfaatkan sebagai tempat pelarian dari situasi tak menyenangkan, sekaligus
juga dimanfaatkan sebagai perburuan inspirasi agar orang tersebut bisa bertahan
menghadapi kenyataan. Saya adalah bagian dari “orang-orang tertentu” tersebut.
Namun tak semua film saya eksploitasi untuk jadi sumber
inspirasi. Saya lebih memprioritaskan film animasi, fantasi dan drama keluarga,
lantas menyingkirkan film bergendre horror dan thriller dari daftar tontonan.
Bagi saya, film animasi dan fantasi itu seperti kamu menemukan tempat pelarian
yang asyik, sementara drama keluarga sangat bisa membuat hati jadi tergugah
untuk selalu bersemangat tebar-tebar cinta kasih sekaligus menghempas sedih.
Pekan ini saya menonton sekitar lima fim di antaranya:
Christopher Robin, Victoria and Abdul, Hiya, Midnight Runner dan Joseon Gunman
(Drama Korea)—untuk selanjutnya saya berencana membuat review untuk film-film
tersebut.
Lima film yang barusan saya sebut sejenak membuat saya
melupakan sedih karena merasa kesepian dan merasa terbuang. Meski hanya
sejenak, ada banyak pesan yang bisa saya serap sehingga bisa jadi bahan
kontemplasi yang berkualitas. Meski sejenak, saya berterima kasih makanya ingin
membuat review untuk film-film barusan.
Ya, saya belakangan ini memang sedang merasa tidak terlalu
bahagia dan sering menyalahkan diri sendiri. Tahukah, perasaan-perasaan itu
sungguh menyiksa dan jika terus dipelihara, mungkin saya bisa mati. Tolong
siapapun Anda, doakan saya agar segera bisa menaklukkan perasaan-perasaan tidak
bermanfaat ini.
Beruntungnya, saya punya seorang sahabat yang sudi untuk
tetap menemani saya, bahkan di saat-saat terburuk sekalipun. Ia memperkenalkan
saya dengan sejumlah produk kreatif yang bisa diterima hati dan pikiran, berupa
lagu dan film.
Dialah yang kemudian merekomendasikan saya untuk menonton
film-film yang telah saya sebut di atas. Dia tak tahu, fim-film yang ia
rekomendasikan itu menjadi sangat berarti. Sungguh berarti, sehingga saya masih
bisa bertahan hidup di bumi. Maka keberadaan tulisan ini sejatinya saya tujukan
untuknya, sebagai ucapan terima kasih.
Saya jadi penasaran, apa arti sebuah “film” buat kalian?
Bagi saya, film hanyalah bagian dari perangkat komunikasi
yang tujuan utamanya menyampaikan pesan tertentu, bisa berupa nasihat,
propaganda atau hal lainnya. Kata “hanya” untuk film kemudian terhempaskan,
sebab pertukaran pesan di film diiringi pemanfaatan teknologi, sehingga
penyajiannya jadi lebih berkelas.
Penyajian pesan dalam film terkemas apik, utamanya dari segi
visual yang bergerak. Cuplikan-cuplikan di film tersaji dengan apik sekaligus
kompleks, melibatkan artis, dialog, properti, pencahayaan, situasi, riset dan
lain-lainnya yang tidak bisa saya sebut secara detil. Sebab saya memang sangat
awab dengan dunia balik layar, dan masih bertahan di situasi penikmat yang
sesekali jadi apresiator. Proses ini tak jarang menghabiskan tenaga besar dan
biaya miliaran.
Setelah semua proses produksi itu diramu, kita pun pada
akhirnya bisa duduk manis di bangku bioskop atau di depan komputer/laptop,
menonton film ditemani sepiring gorengan dan teh hangat. Maka terpujilah bagi
mereka, para tim dan kru perfilman di mana pun mereka berada, yang sudi bekerja
keras untuk suatu produksi film.
Selain perangkat yang diperalat untuk bertukar pesan dengan
publik, film bagi saya juga adalah serupa potongan-potongan realitas yang terangkai,
lalu dengan percaya diri ditebar-tebar ke semua orang. Orang-orang di balik
layar film itu bekerja sama menangkap momen-momen dan dialog eksklusif, lalu
dipoles biar pemirsa bisa fokus pada apa yang ingin ditonjolkan.
Lalu kita semua akan tergugah karena menyadari potongan-potongan
realitas itu sebenarnya telah akrab di keseharian kita, tapi terabaikan bahkan
sempat terlupakan. Realitas dalam film kadang disajikan secara tersurat, tapi
juga bisa tersirat, bergantung dari jenis film dan siapa tim di balik produksi
film itu.
Berkaitan dengan pandangan saya tentang film, saya jadi tak
sepakat jika ada yang mengatakan bahwa menonton film adalah perbuatan yang
hanya buang-buang uang dan waktu. Mereka yang mengatakan itu mungkin terlalu
sibuk dengan rutinitas yang membosankan, lalu lupa untuk memperkaya pikiran dan
batin dengan pesan dan inspirasi.
Atau bisa jadi, mereka yang mengatakan itu, karena belum
menemukan film yang bergizi untuk rohani, lalu segera bersikap antipati. Sebab
tak bisa dipungkiri, ada saja film-film yang memuat pesan sampah, merusak otak,
atau bahkan membuat madharat. Entahlah.
Pada akhirnya, saya memberi judul “Film dalam Persepsi Saya”
untuk tulisan ini. Sungguh judul yang belagu, bukan? Siapa saya sehingga kalian
harus kepo dengan pemikiran saya tentang film? Harus kalian tahu, saya adalah
seorang yang beruntung karena telah menemukan seorang teman yang berarti di
sebelah sana.
Meski begitu, tak peduli siapa saya, semoga kalian yang
membaca bisa mendapat pesan yang berguna dari artikel ini. Semoga kalian juga
bisa terampil menemukan ragam film keren, menangkap potongan realitas di
dalamnya, menerima pesan baik dari film, lantas pada akhirnya bisa lebih piawai
dalam menghargai kehidupan.
Sekian.
film adalah bisnis
BalasHapus