Ada saja yang dilakukan Pak Ridwan Kamil beserta Tim
sehingga membuat semua orang tersenyum kala menatap Bandung. *Kang Emil Fans
Club. Yap, semenjak beliau jadi Walikota (sekarang naik kelas jadi Gubernur
Jawa Barat), kota kembang tersebut terus dipoles, dikasih “bedak” dan “lipstick”,
lalu diberi ragam “busana” cantik sehingga baik orang Bandung maupun yang di
luar Bandung jadi penasaran ingin menjangkau pesonanya.
Sejak 2002 saya tinggal di tanah parahyangan, tepatnya di
kawasan Bandung Barat. Lalu pada 2009 saya beranjak merantau ke daerah perkotaan
(tepatnya di kawasan Cibiru) untuk kuliah, bekerja, dan berkegiatan apa saja.
Sederhananya, saya sudah bertahun-tahun lamanya beredar di Bandung, menelusuri
jalan-jalan dan tempat di Bandung untuk beragam keperluan, serta melakukan
banyak hal dengan cerita dan perasaan yang komplikatif.
Lantas pada akhir pekan lalu, saya bersama Teh Aida (yang
juga orang Bandung tulen) melakukan hal yang berbeda. Kami tidak cukup merasa
puas menjadi tuan rumah. Kami juga ingin sesekali dimanjakan Bandung yang kata
orang-orang mempesona. Kami berencana sejenak berlagak jadi wisatawan di
Bandung. Caranya yakni dengan ikut tour keliling Bandung naik Bandros.
Apa pula Bandros?
Apa untungnya naik Bandros?
Mengapa Bandros, tidak yang lainnya?
Baiklah, akan saya jawab satu-persatu.
Kata “Bandros” sudah sangat familiar di telinga urang
Bandung. Ia merupakan nama kue tradisional yang rasanya manis dan gurih,
terbuat dari olahan tepung beras dan kelapa. Tapi Bandros yang saya maksud di
sini bukanlah si kue yang rasanya lezat itu.
Lagi pula saya sejak awal menyebut “naik”, bukan “makan”,
sebab Bandros yang saya bicarakan merupakan kendaraan khusus untuk mengantar
wisatawan jalan-jalan keliling Bandung.
Berkenalan dengan Bandros
Bandros merupakan singkatan dari “Bandung Tour on Bus”,
bentuknya seperti odong-odong, tapi juga seperti bus yang bentuknya kotak. Bus
mampu memuat 24-30 penumpang dalam sekali perjalanan. Tarif bus per orangnya Rp
20 ribu, tapi kemungkinan anak-anak yang masih duduk dipangkuan orang tuanya
bisa naik secara gratis.
Kerangka bus cukup kokoh dengan tempat duduk besi tanpa jok.
Kaca hanya ada di bagian depan dan sedikit di bagian samping. Selebihnya, Bandros
dibiarkan terbuka, sehingga para penumpang bisa berkeliling Jakarta tampa
penghalang kaca, sembari tertepa geber-geber angin Bandung.
Bandros dicat berwarna-warni, dengan desain yang nyentrik tapi
cukup. Maksudnya, ia tidak terlihat norak. Berdasarkan observasi sekilas, Bandros
dicat dengan ragam warna. Ada putih, kuning, merah, ungu dan Biru. Perbedaan
warna itu bukan sekadar untuk caper, tapi juga mewakili perbedaan rute yang
akan ditempuh.
Rute Bandros
Bandros Kuning (fyi, saya berkesempatan naik bandros warna
ini, makanya jadi tahu rutenya) melewati rute Lapangan Gasibu, menuju Taman
Cibeunying, Taman Superhero, Taman Foto, Gedung Merdeka, Alun-alun Bandung, dan
Braga.
Untuk rute warna Bandros yang lainnya, saya kurang tahu. Saya
juga tidak inisiatif bertanya ke petugas. Jadi, mungkin kamu bisa googling atau
tanyakan sendiri ke petugas Bandrosnya. Hehe…
Tapi kalau kamu malas, baiklah! Saya saja yang googling
terkait info rute Bandros berdasarkan warnanya.
Dilansir dari yourbandung.com, warna Bus Bandros terbagi
menjadi lima, yakni biru, merah, kuning, ungu, serta pink.
Adapun rute-rute untuk masing-masing warna adalah sebagai
berikut:
1. Rute Bandros Biru: Alun-Alun Bandung, Cibaduyut, Taman
Leuwi Panjang, Museum Sri Baduga, Alun-alun Regol, dan Kawasan Buah Batu.
2. Rute Bandros Kuning: Lapangan Gasibu, Taman Cibeunying,
Taman Superhero, Taman Foto, Gedung Merdeka, Alun-alun Bandung, dan Braga.
3. Rute Bandros Ungu: Gasibu, Taman Cikapayang, Alun-alun
Ujungberung, Museum Geologi, dan Pusdai.
4. Rute Bandros Hijau: Chinatown, Pasir Kaliki, Alun-alun
Cicendo, Karang Setra, UPI, dan GOR Padjadjaran.
5. Rute Bandros Pink: Gasibu, Taman Pasupati (Taman Jomblo),
Teras Cikapayang, Teras Cihampelas, hingga Taman Budaya.
Pada intinya, rute Bandros akan melewati sejumlah “Display”
Bandung, sehingga penumpang yang merupakan wisatawan kota dan luar kota bisa
menikmati kecantikan Bandung yang memang sudah cantik dan populer sejak dulu.
***
Nah, setelah panjang-panjang berprolog, mari kita melangkah
ke pembahasan paling penting, yakni Tutorial Naik Bandros Buat Pemula.
Mudah-mudahan informasi yang saya bagikan ini bermanfaat buat kamu para
wisatawan yang ingin naik bandros dan merasakan perjalanan keliling Bandung
dengan menyenangkan.
1. Daftar Sepagi Mungkin, Lalu Sabarlah Mengantre
Naik Bandros tidak seperti naik angkot atau bus pada
umumnya, di mana kita bisa naik dan turun di sembarang tempat. Kita harus naik
dari tempat yang ditentukan. Titik-titik yang dimaksud yakni Alun-Alun Bandung,
Lapangan Gasibu, Gedung Sate dan Balai Kota Bandung.
Naiknya pun tidak begitu saja naik sebab bukan cuma kamu
yang ingin naik, tapi banyak orang yang ingin naik juga, sama seperti kamu.
Sementara armada bandros terbatas. Kita harus mendaftar secara manual ke
petugas berseragam “dishub”, lalu menunggu panggilan dari petugas kalau ada
bandros kosong yang datang.
Saya dan Teh Aida memilih lokasi Balai Kota untuk mendaftar.
2. Sistem Masih Manual
Jangan membayangkan ada loket khusus atau pendaftaran tersistem
sehingga kamu bisa mengantre rapi. Karena rupanya sejak dilaunching pada
Januari 2018, belum terlihat manajemen yang rapi untuk sistem daftar naik
Bandros.
Sistem pendaftaran benar-benar dilaksanakan secara manual,
sistem “kotret coret”, lalu masuk ke penantian yang tak pasti. hehehe… Entah
alasannya apa masih manual begitu. Kurang biaya kah? kendala lain-lain kah?
Entahlah. Moga ke depannya ada perbaikan.
Kami datang ke Taman Balai Kota pada pukul 08.00 pagi, lalu
segera kami mencari petugas berseragam hitam beratribut “Dishub”. Dia tampak
sibuk dikerumuni orang-orang yang juga mau naik Bandros. Di tangannya ada buku
kecil dan pulpen untuk mencatat nama-nama orang
berkerumun yang daftar.
Teknisnya begini, mula-mula kita mendaftar ke petugas, lalu
nama kita dicatat secara manual. Kemudian selesai. Kita harus menunggu (dengan
penantian yang harus sabar) untuk nanti dipanggil namanya ketika ada Bandros
kosong yang datang.
Sekitar tiga jam kami menunggu. Diselang curhat, makan
cuanki dan beli Thai Tea. Lalu bus kami datang. Warnanya kuning. Kami tidak ada
pilihan lain. Sudah dapat kesempatan untuk bisa naik Bandros saja sudah syukur
Alhamdulillah.
3. Akhirnya, Dipersilakan Naik Bandros Juga!
Pukul 11.00, setelah penantian yang panjang dan lapar, nama kami
disebut juga. Kami pun naik Bus, dan dapat tempat duduk paling depan, tepatnya
di samping Pak Supir. Tak lama, seorang petugas datang, menagih tarif, lalu
memberi karcis. Lalu kami dipersilakan menunggu lagi hingga akhirnya pemandu
wisata datang.
Keliling Bandung pun dimulai!
Bandros mulai berjalan dengan rute yang telah ditetapkan.
Pemandu wisata—yang namanya saya lupa—mula-mula memperkenalkan diri.
Selanjutnya ia memaparkan peraturan naik bandros, di antaranya tidak boleh
nyampah, ngegosip, membuat keributan, dan tidak boleh membahayakan diri dan
orang lain, misalnya dengan mengeluarkan tangan atau tiba-tiba meloncat.
Setelah menyampaikan prolog, mulailah sang Tour Guide
berkisah tentang Bandros, Bandung dan jalan-jalan serta tempat yang kami lewati.
Ia juga menjaga kami agar jangan sampai ngantuk dan bosan. Lokasi-lokasi yang
kami lewati dikaitkan dengan sejumlah kejadian dan tokoh populer.
Misalnya, Sang Pemandu wisata menyebut, ini lokasi sekolah
Dilan, itu tempat Peter CS (teman hantunya Risa Saraswati) main dan sekolah, di
sana tempat dulu Bapak Anu dipenjara, di situ tempat ibu anu unjuk rasa,
sebelah sini hantu berteduh sambil pakai make up, di sebelah sana kuntilanak
mendekat dan bisa tersenyum kalau dikasih dua ribu perak.
Di sela-sela bercerita, kami juga dapat bonus suguhan guyon-guyon
ringan, tanya jawab basa basi, diajarkan lagu “Naik Bandros”, juga bisa
melambaikan tangan ceria sambil bilang “Hai” kepada mereka yang menatap di
pinggir jalan. Sungguh momen-momen yang sederhana, tapi rasanya membahagiakan!
Singkat kata, pelayanan supir dan pemandu wisata selama di
atas bandros sangat memuaskan. Rasa bosan dan lelah menunggu seperti terobati
ketika naik bandros. Saya sungguh salut pada para petugas dan pemandu
wisatanya. Mereka enggan menunjukkan kebosanan di hadapan kami yang naik
bandros untuk pertama kali.
Padahal bisa jadi mereka bosan dan lelah, sebab mereka naik
bandros berkali-kali, keliling bandros tanpa henti, serta bercerita, melucu dan
bernyanyi tanpa jeda. Untuk penumpang yang berganti-ganti setiap putaran. Terima
kasih banyak untuk pelayanannya, ya! J
4. Mampir di Studio Foto Bandung Creative Hub Kosambi
Sebenarnya keliling Bandung bagi saya sudah masuk kategori
“bosan”, karena memang di kota inilah saya sering berkeliling Kota Bandung
untuk tujuan apa saja di masa muda (*Sonia Belagu dan Sok Tua). Tapi rasa akan
jadi berbeda ketika kita diperlakukan seperti tamu, menjadi wisatawan yang
disambut dan dilayani tanpa terbebani tarif yang mahal.
Saya menikmati perjalanan naik odong-odong, hingga kemudian
kami memasuki kawasan Kosambi setelah setengah jam diangkut Bandros. Di sebuah
gedung bertuliskan “Bandung Creative Hub”, kami dipersilakan turun dan beristirahat.
Siapa tahu ada yang mau ke toilet, atau melakukan hal yang menyenangkan di
gedung itu.
Itu rupanya bangunan baru. Selidik punya selidik, gedung
bertingkat yang berlokasi di area Pasar Kosambi itu dibangun untuk pusat bisnis
baru. Nantinya ada kegiatan jual beli barang, jasa dan apartemen di dalamnya.
Di sana juga ada plang besar bertuliskan “Pasar Pinuh”. Pasti nantinya
diagendakan menjadi pasar untuk penghuni apartemen di sana.
Kami lantas diarahkan untuk berfoto di "Go Fun Studio Photo 3D". Kalau
tertarik berfoto di spot yang tidak biasa, silakan beli tiketnya Rp 10 ribu per
orang. Kalau sudah pegang tiket, kami dipersilakan memasuki beberapa ruangan
khusus foto berlatarbelakang cantik.
Maksud saya, di sana kami disuguhkan ruangan-ruangan bertema
artistik, unik, dan fotogenic. Singkat kata, ini merupakan ladang uang bagi
para seniman dekorasi, gambar dan tata ruang, yang pastinya sangat disambut
oleh manusia-manusia narsis semacam kami.
Berikut ini sebagian foto-fotonya, dengan kamera handphone seadanya, make up juga alakadarnya, hehe:
8. Pulang, Ngantuk
Sekitar satu setengah jam keliling Bandung ceria, perjalanan
pun harus disudahi. Kami kembali pulang ke Taman Balai Kota, tempat di mana
kami memulai perjalanan. Senang? Tentu saja! Campur ngantuk, karena mungkin capeknya keliling Bandung baru terasa setelah perjalanan usai.
Pada akhirnya, saya ingin berterima kasih pada Teh Aida,
kakak yang sudi mengajak saya rekreasi hari ini. Kalau bukan karena dia, saya
mungkin tidak akan kepikiran buat naik Bandros. Sebab saya minim inisiatif,
tapi sangat menyambut siapa saja yang punya ide positif.
Sekadar informasi, Teh Aida pada mulanya adalah kakak
tingkat di jurusan, ketika zaman kuliah dulu. Lantas entah bagaimana
skenarionya, kami menjadi akrab dan dekat hingga kini. Dia selalu bisa
diandalkan dan jadi tempat pulang. Dia juga tidak membuat saya canggung. Justru
ada hubungan pertemanan yang jujur dan saling mendukung. Terima kasih atas
keberadaan dia.
Sekian dulu cerita saya. Semoga saya bisa terus menulis
untuk petualangan selanjutnya. Ada banyak yang ingin saya ceritakan, sembari
terus berjuang melawan malas yang mencelakakan. Doakan saya, teman-teman!
iya, seru kak... kapan2 main ke Bandung naik Bandros ya.. hehe
BalasHapus